SEATTLE – Bencana alam dan perubahan iklim merupakan ancaman global yang perlu disikapi oleh setiap negara. Pemerintah Indonesia mengajak semua pihak untuk melakukan manajemen krisis adaptif. Hal tersebut disampaikan BNPB dalam Forum Apec, Seattle, Amerika Serikat.

Delegasi Pemerintah Indonesia yang dipimpin Deputi Bidang Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dr. Lilik Kurniawan, S.T., M.Si. menyampaikan bencana alam dan perubahan iklim dunia merupakan masalah mendesak yang membutuhkan perhatian setiap negara. 

“Planet kita, termasuk Indonesia, mengalami peningkatan frekuensi dan intensitas bencana,” ujar Lilik.

Menurutnya, peristiwa ini menimbulkan ancaman signifikan kepada komunitas, ekosistem dan ekonomi negara. Dalam menghadapi tantangan tersebut, Indonesia mengajak negara-negara untuk mengadopsi strategi manajemen krisis adaptif dalam mengatasi kompleksitas bahaya alam dan perubahan iklim. 

“Kawasan Asia-Pasifik telah belajar dari pandemi Covid-19,” ujarnya.

Lilik mengatakan, pihaknya mengakui kebutuhan mendesak untuk upaya mitigasi dampak perubahan iklim. Pada solusi jangka panjang, setiap negara perlu bersiap untuk menyesuaikan lanskap yang berubah dan mengembangkan strategi manajemen krisis efektif. Hal tersebut dapat bertujuan untuk meminimalkan konsekuensi bencana yang menghancurkan. 

“Manajemen krisis adaptif membutuhkan pendekatan holistik untuk kesiapsiagaan, respons dan pemulihan,” tambahnya.

Ia menekankan Kembali pesan Presiden Indonesia, Joko Widodo, yang menggarisbawahi, kesiapsiagaan merupakan garis depan perlindungan terhadap bahaya alam dan dampak perubahan iklim. 

“Dengan berinvestasi pada sistem peringatan dini, melakukan penilaian risiko, dan menerapkan rencana tanggap bencana yang efektif, kita dapat mengurangi kerentanan komunitas kita,” contohnya. 

Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB menyampaikan, manajemen krisis tidak berakhir dengan respons jangka pendek. Ini meluas ke pembangunan ketahanan dalam fase pemulihan. kita harus mendukung masyarakat yang terkena dampak bencana dalam upaya mereka untuk membangun kembali, memulihkan mata pencaharian, dan meningkatkan kapasitas mereka untuk menghadapi kejadian di masa depan.

“Selanjutnya, pendidikan dan kesadaran publik memainkan peran penting dalam mendorong manajemen krisis adaptif,” imbuhnya. 

Pendekatan resiliensi berkelanjutan dapat menjadi kunci utama untuk memecahkan masalah tersebut. Resiliensi berkelanjutan memungkinkan untuk menggabungkan dan mengkolaborasikan setiap sector dalam pencapaian target sustainable development goals (SDGs) dan Kerangka Sendai. Pendekatan ini memungkinkan semua sektor berpartisipasi dalam membangun ketahanan finansial, ketahanan sosial budaya, ketahanan penanggulangan bencana. 

“Dengan mengadopsi pendekatan proaktif dalam kesiapsiagaan, tanggapan, dan pemulihan, kita dapat meminimalkan dampak bencana, menyelamatkan nyawa, melindungi mata pencaharian, dan membangun komunitas yang Tangguh,” kata Lilik dalam Forum Asia – Pacific Economic and Cooperation (APEC). 

Sementara itu, Direktur Mitigasi BNPB, Berton Suar Pelita Panjaitan Ph.D. menjadi salah satu panelis dalam sesi “Reaching the Last Mile: The Role of Community Leaders in Delivering Effective Crisis Communications During Emergency Situations”. 

“Pemuka masyarakat merupakan figure penting dalam penyambung lidah yang tepat dan sah untuk menghindari berita palsu, informasi samar dan salah informasi saat situasi darurat,” ujarnya.

BNPB sebagai focal point penanggulangan kebencanaan hadir pada pertemuan tingkat menteri, APEC Forum, dengan tematik emergency preparedness working group dan senior disaster management official, yang digelar tahun ini.  

Sumber : Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB